-->

Notification

×

Iklan

Iklan searcher

Iklan

Guru Besar Unair Minta Jokowi Tegas atas Isu Penundaan Pemilu

Selasa, 15 Maret 2022 | Maret 15, 2022 WIB Last Updated 2022-03-15T09:14:06Z


 Presiden Joko Widodo duduk di depan tenda usai memimpin seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022). Presiden Jokowi bersama lima gubernur di Pulau Kalimantan akan bermalam di lokasi titik nol IKN Nusantara.(Antara Foto/HO/Setpres-Agus Suparto)

 

Jakarta (kabar-nusantara.com) - Isu penundaan pemilu yang diusulkan sejumlah petinggi partai politik masih bergulir di masyarakat. Menanggapi hal ini, Guru Besar Ilmu Politik Unair Prof. Ramlan Surbakti mengatakan, penundaan (pemilu) bertentangan dengan asas periodik pemilu. Dilansir dari laman kompas.com, Selasa (15/3/22)

 

"Seperti disebutkan dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945, pemilu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali," ucap Ramlan, dilansir dari laman Unair, Selasa (15/3/2022).

 

Menurut dia, jika pemilu ditunda maka akan memperpanjang masa jabatan presiden dan DPR. "Itu bertentangan dengan asas periodik atau reguler," jelas dia. Dia menuturkan, ketika masa jabatannya habis, presiden dan wakil presiden tidak lagi memiliki legitimasi.

 

"Setelah 20 Oktober 2024, presiden dan wakil presiden tidak punya kewenangan lagi untuk membuat keputusan, undang-undang, atau APBN," sebut dia.

 

Pakar Ilmu Politik Unair ini pun mengatakan, penundaan pemilu mengingkari kedaulatan rakyat yang berhak menilai dan menuntut akuntabilitas dari petahana. Dampaknya, dikhawatirkan akan terjadi banyak protes dari masyarakat. Dalam hal ini, biaya yang dikeluarkan negara untuk menghadapi protes-protes tersebut sangat mahal.

 

 "Mungkin lebih mahal dari pemilu," tegas dia.

 

Ketua KPU periode 2004-2007 ini menjelaskan, ada beberapa pihak yang kontra dengan biaya pemilu yang akan datang, yaitu sebesar Rp 72 triliun. Akan tetapi, Ramlan mengungkapkan, biaya tersebut bukan pemborosan jika melihat risiko delegitimasi presiden dan DPR.

 

"Itu hanya di atas kertas," ujarnya.

 

 Imbasnya, lembaga-lembaga negara yang pengangkatannya bergantung pada legitimasi presiden dan DPR bisa lumpuh. Jika presiden dan DPR tidak lagi memiliki legitimasi maka lembaga-lembaga yang ditunjuk, seperti BPK dan KPU, juga tidak berlegitimasi.

 

"Jadi kalau tidak ada pemilihan umum, roda organisasi negara itu tidak bisa berfungsi dan harganya lebih mahal daripada pemilu," terang dia.

 

Dia berharap Presiden Jokowi bisa menegaskan sikapnya atas isu penundaan pemilu sehingga masyarakat bisa lebih fokus ke hal-hal lain yang lebih penting. Di lain sisi, terdapat isu pergantian konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau membolehkan presiden dipilih untuk tiga periode.

 

Dia menegaskan, tidak akan mudah mengganti konstitusi sekadar untuk memperpanjang masa jabatan presiden.  "Kalau isunya itu saya kira tidak akan lolos," tutur dia.  (Penulis : Dian Ihsan;  Editor : Dian Ihsan)

 

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Guru Besar Unair Minta Jokowi Tegas atas Isu Penundaan Pemilu", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2022/03/15/134042271/guru-besar-unair-minta-jokowi-tegas-atas-isu-penundaan-pemilu.

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:

Android: https://bit.ly/3g85pkA;  iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

×
Berita Terbaru Update