Jakarta (kabar-nusantara.com) - Wacana tentang perpanjangan masa jabatan
presiden yang disampaikan sejumlah politisi terus berjalan. Sejumlah akademisi yang
tergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan
usulan melakukan amendemen adalah bentuk abusive constitutionalism. Dilansir
dari laman kompas.com, Kamis (17/3/22)
"Mengutip David Landau, KIKA menilai rencana
perpanjangan masa jabatan presiden melalui amandemen konstitusi adalah bentuk
abusive constitutionalism, penggunaan mekanisme yang konstitusional untuk
mengubah konstitusi dalam rangka tujuan-tujuan non-demokratis," demikian
isi pernyataan pers KIKA yang diterima Kompas.com, Rabu (16/3/2022).
Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dalam abusive
constitutionalism. Yaitu ada penguasa yang menggunakan cara-cara perubahan yang
diatur di dalam konstitusi untuk mengubah konstitusi yang berlaku.
Ciri lainnya adalah penguasa bakal melakukan berbagai macam
amendemen terhadap konstitusi yang sedang berlaku. Dan yang terakhir adalah hal
itu tidak sejalan dengan norma konstitusionalisme yang dikelompokkan
berdasarkan nilai konstitusi.
KIKA menyatakan mereka merumuskan empat sikap terkait wacana
perpanjangan masa jabatan presiden itu. Yang pertam adalah perubahan konstitusi
untuk perpanjangan masa jabatan presiden bertentangan dengan prinsip-prinsip
konstitusionalisme.
"Kedua, jantung dari reformasi dan demokratisasi di
Indonesia adalah adanya pembatasan masa jabatan presiden. Upaya perpanjangan
masa jabatan presiden jelas mencederai semangat reformasi dan hanya akan
mengembalikan otoritarianisme di Indonesia," demikian isi pernyataan KIKA.
Lantas poin yang ketiga adalah wacana perpanjangan masa
jabatan presiden adalah penghinaan terhadap konstitusionalisme dan prinsip
reformasi demokrasi, serta menandakan makin suburnya oligarki dan kartelisasi
partai.
"Pada konteks ini, elite lebih banyak mengejar
tujuan-tujuan materialnya sendiri ketimbang memikirkan kemaslahatan
rakyat," lanjut KIKA dalam pernyataan pers.
Sedangkan yang terakhir adalah pembatasan masa jabatan
presiden adalah bentuk mekanisme saling mengimbangi dan saling kontrol (checks
and balancing) di antara kelembagaan negara, seperti yang dipaparkan dalam
teori politik ilmuwan Prancis, Montesquieu. Menurut KIKA mekanisme itu penting
karena membuat Indonesia menjadi negara yang berlandaskan hukum (rechstaat).
"Tanpa pembatasan, Indonesia akan menjadi machstaat
(negara kekuasaan)," lanjut pernyataan KIKA.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mulanya
mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar lantas mengusulkan
gagasan tentang penundaan pemilu 2024.
Tidak lama kemudian Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN)
Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan hal yang
sama. Selain alasan pemulihan ekonomi, Muhaimin mengatakan banyak akun di media
sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata
Muhaimin, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung
penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar
Pandjaitan dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube menyatakan dia
memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.
Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang
tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional. Luhut mengklaim terdapat
big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung
penundaan Pemilu 2024. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari
koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu.
Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan
presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki
dan belum ada tokoh yang bisa menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk
memimpin.
Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi
presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur,
kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang
sama.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh
pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, 4 Maret 2022
lalu. (Penulis : Aryo Putranto Saptohutomo;
Editor : Aryo Putranto Saptohutomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Akademisi Sebut Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Bentuk
"Abusive Constitutionalism"", Klik untuk baca:
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/17/08070011/akademisi-sebut-isu-perpanjangan-masa-jabatan-presiden-bentuk-abusive.
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah
dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA; iOS: https://apple.co/3hXWJ0L