-->

Notification

×

Iklan

Iklan searcher

Iklan

Suka dan Duka Menjadi Seorang Wartawan

Kamis, 24 Februari 2022 | Februari 24, 2022 WIB Last Updated 2022-02-24T04:06:07Z

Artikel Opini: oleh Rofinus Bria, Kab. Malaka - NTT


Berkiprah menekuni profesi sebagai  wartawan itu menyenangkan, tetapi gak semudah dan seenak orang kaya. Tiap hari menyusuri kehidupan yang tidak menentu,  luntang lantung sendirian kesana dan kemari mengumpulkan informasi untuk disajikan di media, agar bisa mendidik anak-anak negeri. Namun yang menjadi korban kehidupan rumah tanggaku berantakan sendiri. 


Niat hati ingin berbakti kepada Nusa dan Ibu Pertiwi  melalui karya jurnalistik yang murni.  Dan yang pasti, Aku sudah siap jika harus melewati nasibbsedih seperti ini.


Sejak tahun 2002 saya mulai berkecimpung di dunia pers, menyandang gelar sebaga seorang Wartawan. Banyak beragam sifat orang yang sudah kutemui bahkan ada kesempatan- kesempatan langka  yang kuperjuangkan untuk  menjadikan status wartawan itu penting, namun semuanya belum kutemukan seperti apa kebahagiaan dari seorang wartawan. 


Sekitar tahun 2004/2005 kami  menjadi Guru di Sekolah menegah pertama (SMP) dan SMA pada salah satu Sekolah swasta yang didirikan oleh senior- senior wartawan dan kami juga mendapat kesempatan mengajar sambil meliput berbagai peristiwa di daerah Atambua, Kabupaten Belu  hingga tahun 2008.


Awalnya kami bergabung dengan Work Shopnya AJI di sebuah Hotel bernama Hotel Timor di Kabupaten Belu. Saat itu kami mulai mendapat bekal  beberapa  materi ikmu jurnalistik dan mendapat buku-buku penunjang kewartawanan dikala itu. 


Dari itu kami  bersemangat karena namaku juga sudah mulai tercantum di Box redaksi dan entah itu nam orang lain atau benar-benar itu saya,   hanya Pemred yang tahu rahasianya tetapi hal itu telah membuat saya bersemangat sekali.  Karena saya salah satu nama yang tertulis sebagai staf ahli redaksi Timor News.  


Redaksi ini membuat kami makin cinta dengan dunia Pers. Beberapa media disana kami sempat  bergabung dan hanya TimorNews yang  menginspirasi saya serius dengan mencari berita tapi sayangnya tidak ada gaji  yang diberikan, malahan kami tiap bulan diberi jatah koran untuk dijual ke pelanggan, tiap satu koran kami mendapat untung Rp 5000. Namun di awal pelanggan belum bayar, baru pada bulan berikutnya  mereka  bayar. 


Saat itu istriku menyarankan kami untuk berenti jadi wartawan, lebih baik kerja jadi tukang ojek katanya. Kami  memang merasa tidak terlalu berat sih tuntutan kebutuhan rumah tangga, karena istriku berprofesi sebagai seorang Bidan PNS.  


Keadaan berlanjut tetus tapi suatu hari kami mendapat tawaran dari teman di Kupang sebagai  instalator perangkat top tv/indovision. Pada tahun 2012 itu setiap hari kami sibuk banyak pekerjaan karena banyak pelanggan, lalu kami  mengajak teman- teman wartawan untuk menjadi tenaga bantu. Lalu kami  masukan sebagai tenaga teknis karena memang kerjaan itu untuk orang media. 


Beberapa teman  kerja bersamaku, dan saya selalu berharap agar nasib kami bisa berubah. Namun kesempatan itu mulai menurun karena pelanggan sering komplen hasil instalasi aktifasinya lambat dan bahkan pendapatan sudah mulai susah.  


Kemudian kami mencoba jadi ojek, untuk mendapat uang bensin sambil mencari berita, kami  sadar kalau sebenarnya belum terampil menulis berita, tetapi waktu itu   tidak ada penghasilan sama sekali dari pekerjaan wartawan.


Suatu saat Istriku mengamok terus tapi bukan karena kami  wartawan namun karena pulang larut malam dan gak bawa uang. Kami bilang jangan marah yah hari ini tagihan koran tidak ada yang bayar.  Istriku nangis dan kami tahu ia kesal memilih kami jadi suaminya.


Melakoni kehidupan sedih seperti itu kami  pasrah  saja. Lambat laun istriku meminta izin untuk tugas belajar di Kupang dan kami izinkan  lalu  telepon ke Waka Polda,   pak  istriku mau tugas belajar di Kupang saya boleh minta pengaman untuk istri saya?  Beliau bilang  yah nanti saya jagain.


Saat pekerjaan Instalator masih berjalan tahun 2013 hingga 2015. Kemudian pada Triwulan pertama tahun 2013 sudah  mulai cekcok antara istri dan saya. Penyebabnya karena pindah kost tanpa sepengetahuan saya.  Saya juga salah  sih gak sanggup bayar anak orang, ya  memang karena pendapatan dari  amplop 50rb doang,  itupun kalau ada kegiatan di Instansi, kalo gak ada ya nihil.


Perjalanan hidup kami ini sungguh membuat jera tapi semangat juangku tidak luntur karena ingin berbakti kepada Ibu Pertiwi  dan  menurut kami profesi wartawan itu  terasa keren seimbang dengan para pejabat, karena sering bergaul dengan pejabat begitu.  Dan istri juga sepakatlah dari pada kerja ojek  itu prinsipku.  


Setahun kemudian datang ujian yang lebih berat, karena kami ditolak mertua agar jangan nembawa barang-barang top tv itu ke rumahnya. Karena saya waktu itu masih numpang di rumah mertua. Keadaan makin susah, makin sulit dan kami  menangis, apalagi Istri juga minta duit. Keadaan serba dalah deh pokoknya. 


Dan saya gak minta uang kepada teman yang punya uang  karena malu. Tapi orang lain  gak ada yang mikir kalau saya lagi susah. Mertua suruh saya "Sono cari kerja dulu, istri kamu sekarang tinggal di kost, gaji istri kamu itu berapa mana bayar kost, bayar sekolahnya, samain kamu dan anak-anak," katanya.  Tetapi  memang  saya  bekerja  sebagai wartawan tetapi sebenarnya saya juga punya kebun dan sawah,  jadi untuk  soal makan dan minum gak susah,  tapi  masalah uang ini  kasihan kami benar-bebar gak ada. 


Entah  pemred yang dapat  atau gimana dapat uangnya kami  gak tahu. Sempat putus asa di  tahun saat pak  Jokowi jadi  calon Presiden yang  pertama. Saat itu saya ikut kerja jadi tukang tambal ban di Tenu mendapat bayaran Rp. 5000/hari. Lalu saya mulai bekerja jadi montir atau bengkel sepeda motor. Dan itupun  makan di tanggung bos, jadi uangnya bisa bawa pulang untuk  jajan anak disekolah.


Tapi jadi montir motor  gak berhasil juga, akhirnya anak gak bisa kuurus, sedangkan ada motor istri yang dari kredit, mau kupake  mencari berita tapi saya gak ada duit bust beli bensin, akhirnya saya gak diterima dirumah tanggaku dan kami pisah.  


Kami mulai hidup sendiri dengan jualan Camilan snack,  kripik ubi  singkong keliling,  itu menurut saya yang kerja pasti sekali duit banyak. Tapi ternyata kendala sakit encok disaat  parut ubi dan bungkusin snack, capek  kalau sendirian gak ada yang bantuin. Saya sakit struk karena kerja lembur 48 jam langsung mandi  untuk berngkat jualan, saat kena itu  hampir  pingsan di kamar mandi  tetapi  imanku kuat  gak jadi jatuh  dan  sembuh kembali. 


Kemudian dari tahun 2015 - 2019 kami jualan kripik sambil menulis berita lagi, dan akhirnya bisa bertemu dengan diklat wartawan di LPWI, untuk belajar lagu tentang ilmu jurnalistik agar bisa memperbaiki hasil tulisan berita yang standar nasiinal, sesuai yang diajarkan oleh para pelatih dari LPWI, sekian...


×
Berita Terbaru Update